Minggu, 07 Juni 2015

JAKARTA: Perang melawan Ijazah Palsu

ATAMBUA - HARIAN JHF - Minggu, 7 Juni 2015 - Dilansir dari RRI.co.i
KBRN, Jakarta: Setelah cukup lama hilang, kasus ijazah Palsu kembali muncul ke permukaan. Bedanya kali ini yang memunculkan adalah  Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir, setelah melakukan inspeksi mendadak pada salah satu perguruan tinggi di Bekasi. Kasus ijazah Palsu ini menjadi semakin menyeruak, karena Menteri M Nasir menindaklanjutinya dengan melaporkannya pada Kapolri.
Kabar terakhir, jajaran kepolisian Metro Jaya sudah mengamankan sejumlah orang yang masuk  sindikat pemalsu ijazah dan diduga bekerjasma dengan sejumlah kampus. Di Medan, kepolisian menangkap rektor salah satu perguruan tinggi yang disinyalir telah menerbitkan sekitar 1200-an ijazah palsu.  Bahkan dari hasil investigasi sementara, Kementrian Ristek Dikti mencatat ada sekitar 18 Perguruan Tinggi yang diduga menerbitkan ijazah Palsu, salah satunyan di Kupang Nusa Tenggara Timur.
Kasus ijazah palsu ini sebenarnya sudah cukup lama timbul tenggelam di tanah air. Ancaman hukuman penjara dan denda bagi para pelaku dan pengguna seolah tidah menyurutkan kejahatan intelektual tersebut. Kalau ada yang menyebut kasus ini sebagai fenomena Gunung Es, dapat dibayangkan berapa ratus ribu ijazah palsu yang sudah diterbitkan. Berapa banyak pula perguruan tinggi nakal yang menerbitkan ijazah palsu di Indonesia. Satu fenomena yang menyedihkan bahkan menyesakan dada.
Karena itulah sudah seharusnya kita mendukung langkah yang dilakukan Kementrian Ristek Dikti untuk terus melakukan investigasi terhadap perguruan tinggi yang menerbitkan ijazah palsu. Kita juga Harus mendukung langkah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yudi Chrisnandi, yang mengintruksikan seluruh jajaran pemerintahan di pusat dan daerah, melakukan audit terhadap ijazah para pegawainya. Karena upaya bersih-bersih ijazah palsu ini tidak akan berhasil kalau hanya dilakukan pada pembuatnya saja, tetapi juga harus dilakukan kepada para penggunanya.

Bisnis ijazah palsu tetap eksis mengikuti hukum pasar. Transaksi terjadi karena ada permintaan. Kecenderungan lebih menghargai gelar dan ijazah dalam dunia kerja dibanding ketrampilan dan prestasi kerja, menjadikan banyak manusia Indonesia yang ingin memiliki gelar sarjana, tetapi tak mau bersusah payah mengikuti proses pendidikannya . Orang merasa lebih bangga dan lebih dihargai dengan gelar yang sederet.  Pola pikir dan perilaku inilah yang harus diubah terlbih dahulu. Bukankan hakekat dari sebuah pendidikan adalan memperoleh ilmu yang dapat menjadi bekal mengarungi kehidupan.? Bukan semata-mata untuk ijazah dan mencari gelar akademik.

Memberantas ijazah palsu memang bukan hal yang mudah. Persoalannya sangat kompleks.  Tidak semata-mata pidana pemalsuan, tetapi terkait dengan masalah sosial. Tidak cukup perang terhadap ijazah palsu ini hanya diserahkan kepada pemerintah dan aparat, tetapi diperlukan peran serta seluruh elemen masyarakat.  Untuk memberikan efek jera, pemberlakukan hukuman secara tegas harus dilaksanakan, termasuk mencopot para pegawai  dan pejabat  yang terbukti menggunakan ijazah palsu. Di sisi lain persepsi soal gelar harus diubah. Gelar sarjana penting untuk menilai seseorang , tetapi kinerja dan karya jauh lebih penting dan lebih utama. (Danang Prabowo)

(Jhf/Hjhf) // RRI Jakarta